Hidup Bukanlah Kejar-kejaran Pencapaian

 

Siapa yang memaksakan dirinya sesuai dengan keinginan orang lain, sedihnya akan Panjang dan amarahnya tak akan reda (Abu Darda)

Di tengah hiruk-pikuk kesibukan yang makin menjadi, di saat banyak hal ingin dikejar dan dimiliki, banyaknya target yang ingin dicapai, impian yang ingin diwujudkan, sementara waktu terus berjalan dan umur semakin bertambah, terkadang kita malah mengesampingkan apa yang seharusnya menjadi tujuan kita dan malah mengikuti standar yang ada pada orang lain. Apa yang di tangan seakan belum cukup kalau belum dapat sorak sorai, like, pujian, dan bentuk validasi lainnya. Akhirnya kita terbiasa menumpukan kebahagiaan pada apa-apa yang diakui orang lain, bukan hal yang benar-benar kita inginkan.

Cepatnya laju perubahan yang menjadikan kita seakan diekajar-kejar, ditambah hingar-bingar sosial  media yang menjadikan manusia seakan terhubung satu sama lain, mungkin adalah sebab mengapa generasi kita kerap dikaitkan dengan depresi, anxiety, dan problem mental lainnya. Tidak terbatasnya ruang dan waktu di dunia maya menjadikan kita susah untuk puas dengan apa yang dimiliki. Padahal tidak semua postingan itu nyata, tidak semua kebahagiaan yang ditunjukkan di situ benar adanya. Tapi memang kita selalu diarahkan untuk memandang sesuatu hanya dari bagaimana ia kelihatan, bukan apa adanya.

Mungkin nasehat Abu Darda di atas sangat relate untuk keadaan kita sekarang yang terbiasa memaksakan untuk tampil dan terlihat sesuai dengan kehendak khalayak. Yang melihat pencapaian orang lain sebagai momok menakutkan karena takut kita akan semakin tertinggal. Tapi alih-alih berusaha lebih keras kita malah sibuk menggerutu dan menyalahkan diri sendiri, keadaan, dan apapun yang bisa disalahkan.

Al-Quran mempunyai pesan mengenai hal ini, tepatnya di surah Taha ayat 131 :

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ اِلٰى مَا مَتَّعْنَا بِهٖٓ اَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ەۙ لِنَفْتِنَهُمْ فِيْهِۗ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَّاَبْقٰى ۝١٣١

 Artinya :

Janganlah sekali-kali engkau tujukan pandangan matamu pada kenikmatan yang telah Kami anugerahkan kepada beberapa golongan dari mereka (sebagai) bunga kehidupan dunia agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.

Ayat ini bukanlah perintah untuk ‘nrimo wae’ dengan keadaan-keadaan yang seharusnya bisa diubah. kita tidak diperkenankan untuk pasrah dengan kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan. Tapi hendaklah usaha untuk hidup lebih baik dan layak itu jangan diiringi dengan perasaan yang hari ini diistilahkan dengan fear of missong out (FOMO) yang menjadikan kita sehaus itu oleh validasi yang penuh dengan kepalsuan itu. Pada akhirnya, usaha untuk diterima dan diakui hanya menyebabkan kelelahan tak berkesudahan.

Sekali-kali kita perlu menyisihkan diri dan fokus pada hal-hal yang ingin dituju tanpa sibuk memikirkan ekspektasi orang lain. Akan tetapi sepenuhnya menutup diri sama buruknya. Maka yang terbaik adalah hidup seimbang, tidak usah cemas akan hal-hal yang tidak terjadi, jangan risau hanya karena orang lain maju selangkah lebih cepat, tapi sibuklah terhadap hal-hal yang bisa diperjuangkan dan diusahakan. Kalau ternyata kegagalah terus datang, ingatlah ; hari yang buruk memang ada. Namun tak pernah ada hidup yang buruk.

Oleh : Syaiful Reza H, Sekretaris Umum HMI Komisariat Iqbal

 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar