Kelelahan batin atau yang sering disebut dengan burnout emosional semakin meluas, terutama di kalangan individu yang hidup dalam lingkungan yang kompetitif dan penuh tekanan. Banyak dari kita yang merasa kehabisan energi tanpa alasan yang jelas. Namun, dibalik kelelahan ini ada dinamika yang lebih dalam dan kompleks: harapan terhadap orang lain, terutama mereka yang dianggap baik, sering kali berakhir kekecewaan.
Ketika berinteraksi dengan orang yang kita anggap baik, seringkali kita membawa harapan tinggi. Kita berharap mereka akan selalu suportif, memahami, dan memberi kita ruang untuk merasakan perasaan kita. Namun, dalam banyak kasus, realita tidak selalu sesuai harapan. Kebaikan yang terlihat bisa menjadi beban ketika individu tersebut tidak mampu atau tidak mau mendengarkan kebutuhan emosional kita. Kekecewaan ini, yang sering kali tidak diungkapkan, bisa menjadi sumber kelelahan batin yang parah.
Kita juga hidup dalam budaya yang memanfaatkan kebaikan, di mana individu yang menunjukkan kebaikan sering kali dipuji dan diakui. Namun, dibalik pujian ini, sering kali terdapat tekanan untuk selalu bersikap baik. Konsep toxic positivity muncul ketika individu merasa terpaksa untuk selalu tampil positif dan mengabaikan emosi negatif mereka. Ini menciptakan lingkungan di mana orang merasa tertekan untuk menyembunyikan perasaan mereka, yang berujung pada kelelahan emosional.
Bagi banyak individu, kelelahan batin bisa disebabkan oleh tuntutan akademik, sosial, atau profesional yang tinggi. Di lingkungan yang kompetitif, harapan untuk selalu berhasil dalam berbagai aspek kehidupan dapat menciptakan perasaan tertekan. Ketika seseorang merasa tidak mampu memenuhi harapan ini, mereka mungkin mengalami perasaan gagal yang mengarah pada kelelahan batin. Sebuah studi menunjukkan bahwa lebih dari 50% individu dalam lingkungan akademik mengalami tingkat stres yang tinggi, sering kali diabaikan.
Dalam konteks hubungan sosial, ketergantungan yang berlebihan pada orang lain untuk mendukung emosional dapat menyebabkan kekecewaan ketika mereka tidak memenuhi harapan kita. Hal ini sering kali terjadi ketika berada dalam lingkungan yang menuntut. Individu mungkin merasa tertekan untuk menjaga citra baik, sehingga enggan mengungkapkan perasaan mereka yang sebenarnya. Kelelahan ini semakin parah ketika menyadari bahwa orang-orang yang dianggap sebagai sumber dukungan justru tidak mampu memberikan apa yang mereka butuhkan.
Salah satu langkah untuk mengatasi kelelahan batin adalah dengan membangun kesadaran diri. Penting bagi individu untuk mengenali tanda-tanda kelelahan emosional, seperti kehilangan motivasi, merasa terjebak, atau kesulitan berkonsentrasi. Setelah mengenali tanda-tanda ini, langkah selanjutnya adalah berbicara dengan seseorang, baik itu teman, keluarga, atau profesional. Dukungan sosial yang kuat dapat mengurangi perasaan terasing.
Membangun batasan dalam hubungan sosial juga krusial. Individu perlu belajar untuk mengatakan tidak terhadap ekspetasi yang tidak realistis. Memberi izin pada diri sendiri untuk merasakan emosi negatif dan beristirahat adalah bagian penting dari proses penyembuhan. Ketika seseorang belajar untuk menetapkan batasan, mereka dapat melindungi kesehatan mental mereka dan mengurangi risiko kelalahan batin.
Akhirnya, praktik mindfulness dan teknik relaksasi dapat membantu individu meredakan stres dan meningkatkan kesejahteraan mental. Menghabiskan waktu untuk diri sendiri, melakukan aktvitas yang disukai, dan menjaga keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan adalah langkah penting untuk mengatasi kelelahan batin.
Wallahu a’lam bi al-shawab
Oleh : Roikhatul Muna, Wasekum bidan PPPA Komisariat Iqbal
0 Komentar