Pendidikan Filsafat dan Kemunduran Umat





Oleh : Muhamad Firdaus

Ketua Umum HMI Komisariat Iabal dan Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

 Filsafat adalah sebuah bidang ilmu yang mempelajari banyak hal tentang pemikiran manusia. Tujuan besarnya satu, yaitu untuk mencari kebijaksanaan. Kebijaksanaan inilah yang nantinya digunakan untuk menjalani kehidupan di Dunia. Karena itu, jangan heran apabila orang yang sedang belajar filsafat mempelajari pola pikir manusia dan pemikiran-pemikiran orang terdahulu yang nantinya dibandingkan dengan relevansiannya di kehidupan saat ini.

 Lalu bagaimana dengan filsafat islam? Ada imbuhan kata islam setelah kata filsafat. Apa maknanya berubah? Tentu. Tapi tidak jauh berbeda. Sejak pertama kali muncul pada abad ketiga hijriah, Filsafaat islam terus berkembang dari abad keabad. Bermula saat spekulasi filosofis terhadap warisan filsafat Yunani yang pada saat itu sudah banyak diterjemahkan dalam bahasa Arab.

 Rasa penasaran dan berkembangnya ilmu pengetahuan pada saat itu, menyebabkan ketertarikan para cendekiawan muslim untuk menambah teks-teks filsafat yang pada saat itu banyak dicari penduduk bangsa Arab. Pada awalnya, Filsafat islam hanya berfokus pada filsafat kenabian. Berbeda dengan Filsafat Yunani dan Barat. Filsafat islam hadir dengan al-Qur’an dan Hadist yang menjadi spekulasi pembahasan Filsafat Islam.

 Maka pada saat itulah, umat muslim berkembang. Temuan-temuan baru muncul mematahkan dongeng-dongeng filsafat Yunani yang sudah banyak tersebar ke semenanjung Arab. Muncul tokoh-tokoh besar, seperti Abu Nashr Al-Farabi, Al-Kindi, Ibnu Sina, Muhammad Zakaria bin Al-Farobi yang membawa nama baik filsafat islam.

      Dari kota Iskandaria, Harran dan Baghdad, lahir tokoh-tokoh yang saat ini kita bisa kita konsumsi pemikirannya. Mereka telah membawa kejayaan islam pada masanya. Merekalah yang mepraaksarai peralihan antara kebodohan, tahayyul, mitos Yunani dengan adanya kebenaran al-Quran dan Hadits.

      Kemajuan pada saat itu cukup bertahan lama. Antara abad ke- 8 hingga ke-12. Banyak sekali temuan-temuan baru yang sebelumnya tidak pernah ada. Berdirinya perpustakaan, rumah sakit umum, rumah sakit jiwa dan beberapa instansi pendidikan tinggi mulai banyak bermunculan pada saat itu.

     Filsafat islam digadang sebagai faktor pembangkit kejayaan umat islam. Banyak sekali cabang ilmu baru yang bermunculan karena adanya filsafat islam. Maka pada saat itu, cendekiawan muslim, insinyur, penyair, arkeologi, pedagang, mereka bermunculan di mana-mana. Bahkan, pernah suatu masa, tidak ada lagi seorang yang berhak menerima zakat karena ekonomi mereka pada saat itu suda bisa mencukupi bahkan lebih untuk memenuhi kehidupanya.

     Namun, kejayaan itu tidak abadi selamanya. Bangsa mongol yang dipimpin oleh Ghulaghu Khan menyerang kota Bagdad yang saat itu sedang sibuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Pasukan Ilkhanate Mongol bersama pasukan sekutu mengepung dan menghancurkan kota Bagdad. Semua sumber ilmu pengetahuan islam dirampas dan diserap habis habisan oleh mereka. Hingga pada abad ke- 13 sampai 16, menjadi masa-masa kelam bagi umat muslim.

    Sampai saat ini, kita semua masih merasakan bahwa umat muslim sedang tidak baik-baik saja. Banyak yang perlu dibenahi untuk mengalahkan kemajuan peradaban yang dimiliki bangsa barat. Hal yang patut disorot menjadi faktor kemundurannya ialah pendidikan filsafat yang ada. Saat ini, di Indonesia, pendidikan filsafat islam sangat tidak mencerminkan pendidikan yang revolusioner dan tidak berkemajuan.

    Penulis yang saat ini menjadi mahasiswa aktif di jurusan Akidah Filsafat Islam merasa ada yang salah dalam pendidikan yang diterapkan di Kampus. Mungkin, ini terjadi di kampus-kampus yang lain dengan mata kuliah yang sama. Dalam proses pendidikannya, kita masih belum bisa memberikan kontribusi besar bagi perkembangan zaman. Kita masih bergumul dengan pendapat orang-orang terdahulu yang sudah jelas argumentasi mereka telah dipatahkan dengan sains yang berkembang saat ini. Sama seperti argumen para filosof Yunani yang dipatahkan oleh filosof muslim pada saat itu.

    Saat ini, banyak sekali yang membenturkan pendapat filosof terdahulu dengan sains yang berkembang. Hasilnya, Sainslah yang membuktikan kebenaran itu semua. Asumsi para filosof hanya retorika belaka, tidak bisa dibuktikan dengan kongkrit dan dengan bukti yang dapat dipertanggung jawabkan. Inilah yang menjadi masalah dalam pendidikan filsafat islam di Indonesia.

      Memang, kami mempelajari ilmu-ilmu kontemporer seperti: kosmologi, eskatologi, metafisika, dll. Akan tetapi, itu hanya sekadar omong kosong yang hanya keluar dari mulut saja. Menyandingkan hal yang ada dengan ayat yang relevan dengan bahan bahasan. Sementara saat ini, bangsa barat telah memikirkan bagaimana bisa hidup di Planet lain, menciptakan matahari buatan dan memiliki teleskop Hubble yang dapat mengetahui keadaan alam semesta. Apakah asumsi dan retorika filosof bisa mematahkan kecanggihan sains dan teknologi? Tentu tidak.

    Para saintifislah yang sekarang pantas disebut sebagai filosof. Filosof tidak akan pernah lahir dari pendidikan Filsafat. Para saintifis benar-benar telah membuktikan kebenaran dari ilmu pengetahuan. Berbeda dengan orang-orang yang hanya menyampaikan kebenaran yang real dengan asumsi belaka. Itu jelas sangat tidak etis dalam dunia pendidikan.

     Dengan demikian, maka perlu adanya transformasi pendidikan filsafat islam. Pendidikan Filsafat islam seharusnya jangan hanya bisa membuktikan kejadian yang telah terbukti benar oleh para saintifis dengan hanya mengklaim dan merasa telah menemukannya terlebih dahulu. Hal yang demikianlah yang menjadi biang kemunduran islam.

    Biarkan Al-Qur'an dan Hadits menjadi sumber pengetahuan. Karena keduanya adalah kebenaran yang mutlak dalam konsep agama islam. Tentunya, sumber itu harus digali dan terus ditelusuri. Alat menggali dan menulusuri sumber itu adalah sains dan teknologi. Bayangkan saja, orang memiliki tambang emas tapi tidak memiliki alat untuk menggalinya. Itu percuma. Karena itu, perlu adanya reintegrasi antara filsafat dan sains. Pendidikan filsafat tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan sains dan teknologi. Pemisahan itulah yang seharusnya tidak terjdi saat ini.

    Dalam hal ini, penulis sangat prihatin dengan pendidikan filsafat islam yang ada di Indonesia. pendidikan Filsafat islam di Indonesia seharunya dibarengi dengan pendidikan sains dan teknologi. Supaya apa yang dibincangkan bisa menjadi sebuah hasil yang nyata dan dapat dibuktikan dengan sesuatu yang bukan hanya retorika belaka.  Jika demikian adanya, penulis yakin, kejayaan islam akan mungkin bisa kita rebut kembali dan menjadikan umat islam umat terbaik di muka bumi. Wallahu a'lam bishshowab


Posting Komentar

0 Komentar