Oleh: Luni Zuliani*
Tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri. Di Hari Santri ini,
diharapkan setiap hajat yang dilaksanakan tidak hanya sekadar seremonial
semata. Peringatan Hari Santri sudah selayaknya didedikasikan untuk
meningkatkan kesadaran para Santri dalam mewujudkan cita-cita bangsa.
Mengingat peringatan Hari Santri ini berpijak pada Keppres no. 22 tahun 2015
sudah semestinya diikuti dengan langkah konkret untuk penguatan dan
pemberdayaan Santri nusantara.
Sejarah pesantren dan Santri sejak zaman perjuangan sudah dikenal ikut
andil dalam merebut kemerdekaan dan juga upayanya dalam mempertahankan NKRI
dari tangan penjajah. Para Kyai dan para Santri saat itu sudah menjadi garda
terdepan dalam mempertahankan kemajemukan Indonesia walaupun dengan mempertaruhkan
jiwa dan raganya sekalipun. Bahkan, Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie meminta
kepada kalangan pesantren untuk menjadikan Santri sebagai benteng NKRI dari
rongrongan paham ideologi liberalis yang kini kian menyebar di seluruh pelosok
negeri. Santri di gadang-gadang mampu menyiarkan agama Islam sebagai agama
rahmatan lil alamiin.
Santri sebagai Benteng Negara
Indonesia sebagai negara yang di dalamnya berisi mayoritas kaum muslim, dan
tidak sedikit juga berdiri lembaga-lembaga pesantren semestinya mampu direspon
oleh pemerintah dengan baik agar kebutuhan Santri dapat terpenuhi. Misalnya di
Gorontalo, sebagai daerah yang mayoritas berpenduduk muslim, Gorontalo
mempunyai cukup banyak lembaga pesantren. Berdasarkan data dari kemenag
provinsi Gorontalo, menyebutkan bahwa hingga tahun 2015 ada 25 pondok pesantren
di Gorontalo yang tersebar di lima kabupaten dan satu kota, yang menjadikan
provinsi ini sebagai tuan rumah Liga Santri Nusantara (LSN) untuk kawasan
Sulawesi meliputi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo yang telah
diadakan ketiga kalinya sejak 2016 lalu.
Baca juga: HMI Komisariat Iqbal Raih Juara Umum Lomba Peringatan Hari Ibu
Pada 2011 silam, berdasarkan data dari Kepala Pusat Pengembangan Penelitian
dan Pendidikan Pelatihan Kementrian Agama H. Ibnu Jamil mengatakan, jumlah
Santri pondok pesantren di 33 provinsi di seluruh Indonesia mencapai 3, 65 juta
yang tersebar di 25.000 pondok pesantren. Ia menyampaikan bahwa “Jumlah santri
tersebut setiap tahunnya kian bertambah dan hal ini patut dibanggakan,” katanya
seusai membuka acara Musabaqah Fahmi Kubtubit Turats (Mufakat) di Pondok
Pesantren Nahdlatul Wathon Poncor, Lombok Timur pada Selasa Juli 2011 lalu.
Mengaca pada data-data yang telah tersebut di atas, bisa diambil kesimpulan
bahwa kuantitas Santri yang tersebar di pelosok negeri yang semakin membludak,
seharusnya juga diimbangi dengan peningkatan kualitas Santri itu sendiri.
Santri sudah selayaknya mendapatkan perhatian yang lebih dari pihak pemerintah
dalam hal pemenuhan kebutuhan material, khususnya mereka yang berasal dari
keluarga yang kurang baik perekonomiannya. Mengingat mutu pendidikan di
pesantren dinilai cukup baik, pendidikan di lingkungan pesantren juga dijadikan
sebagai salah satu ujung tombak dari terselenggaranya basic pendidikan
keagamaan sesuai dengan prinsip yang ada dalam Alqur’an dan Al-Hadits
seharusnya dijadikan sebagai perhatian utama pemerintahan.
Santripreneur adalah Masa Depan
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2020 sampai 2030,
Indonesia dikabarkan akan menghadapi tantangan Bonus Demografi. Adanya Bonus
Demografi dapat memberikan berkah bagi Indonesia dan kesempatan besar untuk
mengubah nasib bangsa Indonesia di masa mendatang, apabila generasinya
dipersiapkan dengan baik sejak sekarang pun juga sebaliknya. Dalam kasus ini,
Santri sebagai bagian dari anak muda bangsa juga perlu dipersiapkan dengan baik
dalam hal kualitas pendidikan, tidak hanya pendidikan di ranah keagamaan saja,
tetapi juga pendidikan di ranah perekonomian.
Bagaimanapun juga, Santri perlu diberdayakan dalam sisi perekonomian agar
ketika mulai terjun di masyarakat, Santri sudah bisa mandiri secara finansial,
tidak bergantung pada masyarakat serta baik dalam sisi spiritualitas, mampu
menyiarkan keagamaan di lingkungan masyarakat yang dinilai masih kurang dalam
pemahaman keagamaan. Maka, saat ini adalah waktu yang tepat untuk berbenah dan
merawat imajinasi kembali tentang peran Santri dalam percaturan berbangsa dan
bernegara. Selain berperan sebagai perawat moral, pewujud cita-cita luhur
ke-Islaman, dan hubungan vertikal dengan Sang Pencipta, alangkah baiknya Santri
juga mampu merespon tantangan zaman (globalisasi) dengan ikut andil untuk
mensejahterakan ekonomi umat.
Saat ini, sudah banyak ditemukan pesantren yang telah sukses dalam
mewujudkan Santripreneur. Misalnya saja seperti yang ada di Pondok Pesantren
Mukmin Mandiri, yang telah berhasil memiliki sebuah produk kopi yang merupakan
hasil usaha Santri dan pengasuh pondok. Kopi tersebut diberi label “Mahkota
Raja” yang telah memiliki omset sekitar 1-5 Milyar perbulan, setiap Santri
mendapatkan gaji 1,3 juta per bulan. Pesantren tersebut merupakan salah satu
contoh pesantren yang berhasil secara finansial. Berbagai pelatihan
keterampilan yang bisa di ajarkan kepada Santri merupakan contoh riil untuk
mewujudkan kalangan Santri yang berdikari secara ekonomi. Dengan cara melatih
keterampilan Santri dalam berwirausaha untuk menggiring mereka menuju
keberhasilan ekonomi, maka secara otomatis lembaga pesantren tidak lagi di
tuduh sebagai tempat yang memproduksi santri-santri berlabel
pengangguran. Wallahu ‘Alamu Bi Al-shawwab.
* Kabid KPP HMI Komisariat Iqbal Periode 2017-2018
Sumber: Militan.co
0 Komentar