Kritik terhadap Isroiliyyat, Riwayat Dhoif Dan Maudhu’



Oleh : Siti Yulianti

Kader HMI Komisariat Iqbal angkatan 2020


 1. Pengertian Israiliyyat

Dari segi etimologi, kata israiliyyat merupakan bentuk jamak dari kata israiliyyah yang merupakan bentuk kata yang dinisbatkan pada kata israil yang berasal dari Bahasa ibrani yang berarti hamba Allah. Israil berkaitan erat dengan nabi Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim dimana keturunan beliau yang berjumlah dua belas itu dinamakan bani israil. Sedangkan secara terminology, kata israiliyyat pada mulanya menunjukkan riwayat yang bersumber dari kaum yahudi, namun pada akhirnya ulama tafsir dan ahli hadist menggunakan istilah israiliyyat dalam arti yang lebih global lagi. Israiliyyat merupakan seluruh riwayat yang bersumber dari orang-orang yadudi dan nasrani serta sumber lainnya yang bukan termasuk ke dalam keduanya yang masuk dalam tafsir maupun hadist. Adapula ulama yang menjelaskan bahwa iarailiyyat merupakan kisah-kisah yang bersumber dari musuh-musuh islam, yahudi, nasrani ataupun yang lainnya.

2. Pembagian Riwayat Israiliyyat

a. Kisah yang kita ketahui kebenarannya dan sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah,yakni sejalan dengan islam sehingga boleh untuk diikuti. Kebolehan tersebut sebagai pembanding, bukan sebagai rujkan utama atau sebagai sumber hokum seperti kisah yang menceritakan bahwa nama teman seperjalanan Nabi Musa adalah Khaidir. Nama Khaidir pernah disebutkan oleh Rasulullah sebagaiman yang disebutkan dalam Sahih Bukhari.

b. Kisah yang kita ketahui kebohongannya karena bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadist atau tidak sejalan dengan akal sehat, maka harus ditinggalkan seperti cerita malaikat harun dan marut yang terlibat perbuatan dosa besar yaitu mabuk, berzina dan membunuh.

c. Kisah yang tidak diketahui kebohongan dan kebenarannya, maka didiamkan, tidak dibenarkan dan tidak pula didustakan seperti kisah bagian sapi betina yang diambil untuk dipukulkan kepada bani israil yang mati.

3. Sikap ulama mengenai kisah iarailiyyat

a. Menerima secara mutlak, tanpa kritik, tanpa sanad yang kuat dan tanpa penjelasan

• Muqatil bin Sulaiman

Banyak tuduhan yang ditujukan kepada beliau, ada yang mengatakan bahwa beliau adalah orang yang pembohong, pemalsu hadist, rusak akidah bahkan ada juga yang mengatkan bahwa beliau adalah Dajjal. Di dalam menafsirkan Al-Qur’an, beliau banyak mengambil sumber pada yahudi dan nasrani, dia menjadikan ajaran Al-Qur’an sejalan apa yang ada dalam kedua kitab tesebut. Muqatil menafsirkan QS. At-tahrim:10 dengan menyandarkan riwayat kepada Rasulullah, Aisyah bertanya: mengapa Allah tidak menyebutkan ayat keduanya? Nabi menjawab: karena Allah membenci keduanya ( isteri Nuh dan Luth). Aisyah bertanya: siapa lagi keduanya? Maka Jibril mendatangi nabi seraya berkata: kabarkan kepada Aisyah bahwa nama istri Nuh adalah walighah dan nama isteri luth adalah walihah. Al- dzahabi menunjukkan ketidaksetujuannya dengan tafsir n dnegan mengatakan “ aku tidak tahu apakah kebencian Allah kepada keduannya itu berubah menjadi cinta sehingga Dia menyebutkan nama keduanya? Ataukah Allah langsug mengabulkan keinginan Aisyah degan menamai keduanya padahal Dia membenci mereka?”

b. Menerima dengan menetapkan kriteria yang longgar

• Al-baghawi

Kita tafsirnya yang terkenal adalah Ma’alim Al-Tanzil. Di dalam tafsir ini, meskipun beliau telah berusaha untuk selektif, tetapi di sebagian tempat terkadang beliau memuat israiliyyat tanpa memberi alasan dan komentar bahkan ada juga yang tanpa menyebutkan sanad.

• Al-Kazhin

Ia sering pula tidak memberikan komentar apapun terhadap cerita-cerita israiliyyat meskipun terhadap cerita yang tidak rasional. Terkadang beliau malah mengkritik sanad yang sahih dan mencari-cari celah kelemahannya dan mengingkarinya. Contohnya dalam QS.Al-Anbiya’: 83.

وَاَيُّوۡبَ اِذۡ نَادٰى رَبَّهٗۤ اَنِّىۡ مَسَّنِىَ الضُّرُّ وَاَنۡتَ اَرۡحَمُ الرّٰحِمِيۡنَ‌

Beliau mengutip perkataan wahab bin manabbih: “ Ayyub berasal dari Roma, nama lengkapnya Ayyub bin Amwash bin Tarikh bin Ruum ibn ‘Aish bin Ishaq bin Ibrahim. Ibunya adalah anak Luth bin haran”. Seterusnya disebutkan juga kekayaan yang dimiliki Ayyub diantaranya beliau memiliki 500 pasang lembu yang masing-masing lembu diikuti oleh satu budak dan bersama satu budak ada satu istri dan satu anak da harta, dst. Beliau menafsirkan ayat diatas dengan mengutip ceruta israiliyyat secara panjang lebar dan terperinci.

c. Menyebutkan riwayat israiliyyat disertai sanad-sanadnya tanpa memberikan kritik

• Muhammad bin Jarir al-Thabari

Dari cerita-cerita yang beliau kutip hanya satu riwyat yang sejalan dengan islam yaitu tentang sifat-sifat nabi yang tidak kasar, tidak keras dan pemurah. Contoh penafsiran Thabari yang tidak sejalan dengan islam adalah QS Maryam: 8

قَالَ رَبِّ اَنّٰى يَكُوْنُ لِيْ غُلٰمٌ وَّكَانَتِ امْرَاَتِيْ عَاقِرًا وَّقَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ عِتِيًّا

“ zakaria berkata: Ya Tuhank bagaimana akan ada anak bagiku, padahal istriku adalah seorang yang mandul dan aku sendiri sesungguhnya sudah mencapai umr yang sangat tua”.

Menurut al-dzahabi, riwayat itu merupakan israiliyyat tetapi tidak dikritik oleh at-thabari sama sekali padahal jelas riwayat tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an.

d. Menolak tafsir israiliyyat

• Muhammad Abduh

Bukti penolakan Muhammad abduh terhadap riwayat israiliyyat ini seperti pada penafsiran beliau terhadap kata al-ra’ad dan al-barq pada QS Al-Baqarah ayat 19. Beliau menafsirkan al-ra’ad adalah suara yang berasal dari awan ketika bertabrakan. Sedangkan al-barq adalah cahaya yang memancar dari awan dan terkadang memancar dari ufuk. Selanjutnya beliau mengkritik penafsiran ulama terdahulu dengan mengatakan bahwa itu semua adalah riwayat israiliyyat yang tidak sahih.

B. Riwayat Dhoif

1. Pengertian

Hadist atau riwayat dhoif adalah hadist yang tidak memenuhi standarisasi hadist sahih maupun hadist hasan, hadist ini tidak bis adijadikan sebagai hujjah. Menurut ibnu hajar, hadist dhaif adalah semua hadist yang tidak memuat semua sifat-sifat hadist yang diterima ( Sahih dan Hasan).

2. Sikap ulama terhadap riwayat dhoif

• Para ulama yang mutlak menolak seluruh hadist dhoif. Bagi mereka hadist dhoif sama sekali tidak akan dipakai untuk apapun juga, baik itu masalah keutamaan, kisah-kisah, nasehat maupun peringatan apalagi kalau sampai masalah hokum dan akidah. “ tidak ada tempat untuk hadist dhaif di hati mereka. Diantara mereka terdapat nama Al-imam Bukhari, Al-Imam Muslim, Abu Bakar Ar-Arabi, Yahya bin Mu’in, Ibnu Hazm dan lainnya”.

• Para ulama yang dalam pendapatnya masih menerima sebagian dari hadist yang terbilang dhaif dengan syarat-syarat tertentu. Mereka adalah kebanyakan ulama, para imam madzab yang empat serta para ulama salaf dan khalaf.

• Para ulama yang termasuk kalangan mau menerima secara bulat setiap hadist dhaif, asal bukan hadist maudhu’ atau palsu. Sebab menurut mereka sendiri sedhaif-dhaifnya suatu hadist, tetap saja lebih tinggi derajatnya dari akal manusia dan logika. Diantara ulama yang berpendapat demikian adalah imam Ahmad bin Hanbal.

C. Riwayat Maudhu’

1. Pengertian

Dari segi bahasa, kata maudhu’ merupakan bentuk isim maf’ul dari kata wado’a. kata ini memiliki beberapa makna yaitu memalsukan, menggugurkan, mengada-ada dan lain sebagainya. Sedangkan menurut istilah, maudhu’ adalah sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah Saw dengan cara mengada-ada dan dusta, yaitu yang tidak pernah beliau sabdakan, beliau kerjakan maupun beliau taqrirkan. Para ahli hadist mendefinikan bahwa hadist maudhu’ adalah hadist yang diciptakan dan dibuat-buat oleh orang-orang pendusta dan kemudian dikatakan bahwa itu hadist Rasulullah.

2. Sikap ulama terhadap riwayat maudhu’

Mengenai hadist maudhu’, para ulama sepakat untuk tidak menggunakannya bahkan mereka melarang untuk menggunakannya. Kemudian mereka membuat kesepakatan untuk mencegah beredarnya hadist tersebut diantaranya:

• Selektif dalam menerima sanad hadist

• Mengkritik para perawi

• Membuat indikasi-indikasi yang menunjukkan bahwa hadist tersebut palsu


Posting Komentar

0 Komentar