Oleh: Zahrotul Muniroh
Menilik beberapa peristiwa yang sudah pernah terjadi di masa lalu, terutama pada masa Nabi Muhammad saw masih hidup, umat islam sering kali melakukan peperangan. Konsep itu yang pada umumnya dikenal dengan istilah jihad. Adapun di dalam al-Qur’an Allah Swt menjelaskan banyak tentang konsep jihad, baik melalui kisah-kisah pada zaman dulu ataupun penjelasan langsung mengenai jihad.
Namun sesungguhnya jihad bukan melulu sesuatu yang berbau atau berhubungan dengan medan perang. Kebanyakan orang menangkap dan memahami jihad itu hanya perang saja. Sedangkan jika dikontekstualisasikan dengan zaman sekarang, jihad tidak hanya peperangan di medan perang. Jihad menjalankan ibadah kepada Allah SWT, jihad menuntut ilmu, jihad mengatakan yang benar di hadapan penguasa zalim, jihad berbakti kepada orang tua, jihad membantu saudara yang kekurangan, dan masih banyak lagi. Namun ada satu, yaitu memerangi hawa nafsu adalah termasuk jihad yang paling sulit, karena nafsu manusia yang begitu besar.
Jika kita flashback pada cerita masa lalu, banyak sekali pelajaran yang akan kita dapatkan dari kisah-kisah pada zaman Rosulullah saw dan para sahabat, terutama mengenai jihad. Apa sebenarnya yang membuat umat islam pada zaman dulu sering kali menang dalam berjihad fi sabilillah? Sedangkan jika kita kontekstualisasikan jihad dengan realita yang terjadi di zaman sekarang, justru umat islam selalu kalah. Kalah dalam artian terbelakang dibanding dengan yang lainnya.
Problematika umat islam saat ini yang terus berputar-putar. Umat islam zaman dulu sukses dan jaya karena berpegang teguh pada al-Qur’an. Berbeda dengan umat islam sekarang yang meskipun berpegang teguh kepada al-Qur’an, namun justru mengalami kemunduran. Hal tersebut karena jihad yang tidak sungguh-sungguh. Selain itu, konsistensi atas jihad juga yang akan membuat kesuksesan.
Banyak dan kuatnya suatu jama’ah tidak menentukan kemenangan dalam jihad, karena pertolongan Allah itu pasti ada. Tidak ada hubungan banyak dengan kemenangan, karena itu tidak disebutkan di dalam al-Qur’an. Seperti yang dijelaskan dalam al-Qur’an surah at-Taubah ayat 25 dan ali-Imran ayat 123.
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ فِيْ مَوَاطِنَ كَثِيْرَةٍۙ وَّيَوْمَ حُنَيْنٍۙ اِذْ اَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْـًٔا وَّضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْاَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُّدْبِرِيْنَۚ
“Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di banyak medan perang, dan (ingatlah) Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah yang banyak itu) sama sekali tidak berguna bagimu, dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu, kemudian kamu berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang.”(at-Taubah:25)
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ بِبَدْرٍ وَّاَنْتُمْ اَذِلَّةٌ ۚ فَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam perang Badar, padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, agar kamu mensyukuri-Nya.”(ali-Imran:123)
Berdasarkan uraian ayat Qur’an diatas, dapat kita ambil pelajaran bahwa Allah Swt akan menolong hamba-hamba-Nya yang memang mau bersungguh-sungguh dalam berjihad. Seperti yang sudah terjadi pada kisah-kisah zaman dahulu. Prasyarat yang diberikan oleh Allah Swt sebegai jaminan atas kemenangan itu adalah iman dan taqwa.
Kalau jumlah umatnya sedikit tapi memiliki kualitas ketaqwaan, pasti akan mendapat kemenangan dari Allah Swt. Tapi kalau jumlah umatnya sedikit dan bertaqwa tapi menemui kekalahan berarti itu adalah ujian yang diberikan oleh Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya. Allah ingin menguji sampai batas mana kadar keimanan dan ketaqwaan hamba-Nya. Seperti halnya mati di medan perang. Namun jaminan atas kematian dalam berjihad itu adalah mati syahid dengan surge sebagai jaminannya.
Selain itu juga dijelaskan dalam surat al anfal ayat 65-66:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَى الْقِتَالِۗ اِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ عِشْرُوْنَ صَابِرُوْنَ يَغْلِبُوْا مِائَتَيْنِۚ وَاِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ مِّائَةٌ يَّغْلِبُوْٓا اَلْفًا مِّنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِاَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ
“Wahai Nabi (Muhammad)! Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan seribu orang kafir, karena orang-orang kafir itu adalah kaum yang tidak mengerti”(65)
اَلْـٰٔنَ خَفَّفَ اللّٰهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ اَنَّ فِيْكُمْ ضَعْفًاۗ فَاِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ مِّائَةٌ صَابِرَةٌ يَّغْلِبُوْا مِائَتَيْنِۚ وَاِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ اَلْفٌ يَّغْلِبُوْٓا اَلْفَيْنِ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ
“Sekarang Allah telah meringankan kamu karena Dia mengetahui bahwa ada kelemahan padamu. Maka jika di antara kamu ada seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus (orang musuh); dan jika di antara kamu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Allah beserta orang-orang yang sabar.”(66)
Intinya, kunci kemenangan adalah kesabaran, konsistensi, dengan dilandasi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt, karena hal tersebut sudah disebut berulang kali di dalam al-Quran sebagai kunci kemenangan. Karena kekuatan kita sekarang tidak diukur oleh kekuatan manusia. Mengapa demikian? Melihat pada zaman sekarang sudah ada banyak alat-alat tekhnologi yang bisa membantu manusia dalam mewujudkan kemenangan. Apalagi umat islam adalah umat yang mayoritas, yang seharusnya bisa memadukan dua kekuatan tersebut sehingga umat islam tidak akan terbelakang diantara umat-umat yang lain.
0 Komentar